Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah
manusia dan selalu terjun dalam suatu realita, mendidik dan menjauhkan dari
sikap teledor dan bermalas-malas. Begitulah yang kami saksikan dengan gamblang
dalam hubungannya dengan masalah poligami.
Dengan menitikberatkan demi kepentingan
manusia, baik secara individual maupun masyarakat, Islam membolehkan kawin lebih
dari seorang.
Kebanyakan ummat-ummat dahulu dan agama-agama
sebelum Islam membolehkan kawin tanpa batas yang kadang-kadang sampai sepuluh
orang wanita, bahkan ada yang sampai seratus dan beratus-ratus tanpa suatu
syarat dan ikatan. Maka setelah Islam datang, perkawinan lebih dari seorang ini
diberinya batas dan bersyarat. Batas maksimalnya ialah empat, seperti riwayatnya
Ghailan:
"Sesungguhnya Ghailan ats-Tsaqafi telah masuk Islam dan mempunyai sepuluh isteri, kemudian Nabi berkata kepadanya: Pilihlah empat di antara mereka itu, dan cerailah yang lain." (Riwayat Ahmad, Syafi'i, Tarmizi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah, Daraquthni dan Baihaqi)
Sementara ada juga yang mempunyai isteri
delapan dan ada juga yang lima. Semuanya itu diperintahkan oleh
Nabi supaya memilih empat saja.
Adapun kawinnya Nabi sampai sembilan orang itu
adalah khususiyah buat Nabi karena ada suatu motif da'wah dan demi memenuhi
kepentingan ummat kepada isteri-isteri Nabi itu sepeninggal beliau.
3.2.10.1 Adil Adalah Syarat Dibolehkan Poligami
Syarat yang ditentukan Islam untuk
poligami ialah terpercayanya seorang muslim terhadap dirinya, bahwa dia sanggup
berlaku adil terhadap semua isterinya baik tentang soal makannya, minumnya,
pakaiannya, rumahnya, tempat tidurnya maupun nafkahnya. Siapa yang tidak mampu
melaksanakan keadilan ini, maka dia tidak boleh kawin lebih dari
seorang.
Firman Allah:
"Jika kamu tidak dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja." (an-Nisa': 3)
Dan bersabda Rasulullah
s.a.w.:
"Barangsiapa mempunyai isteri dua, tetapi dia lebih cenderung kepada yang satu, maka nanti di hari kiamat dia akan datang menyeret salah satu lambungnya dalam keadaan jatuh atau miring." (Riwayat Ahlulsunan, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Yang dimaksud cenderung atau condong
yang diancam oleh hadis tersebut, ialah meremehkan hak-hak isteri, bukan
semata-mata kecenderungan hati. Sebab kecenderungan hati termasuk suatu keadilan
yang tidak mungkin dapat dilaksanakan. Oleh karena itu Allah memberikan maaf
dalam hal tersebut. Seperti tersebut dalam firmanNya:
"Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil antara isteri-isterimu sekalipun kamu sangat berkeinginan, oleh karena itu janganlah kamu terlalu condong." (an-Nisa': 129)
Oleh karena itu pula setelah Rasulullah
membagi atau menggilir dan melaksanakan keadilannya, kemudian beliau
berdoa:
"Ya Allah! Inilah giliranku yang mampu aku lakukan. Maka janganlah Engkau siksa aku berhubung sesuatu yang Engkau mampu laksanakan tetapi aku tidak mampu melaksanakan." (Riwayat Ashabussunan)
Yakni sesuatu yang tidak mampu dikuasai
oleh hati manusia dan sesuatu kecenderungan kepada salah satu
isterinya.
Nabi sendiri kalau hendak bepergian, ia
mengadakan undian. Siapa mendapat bagiannya, dialah yang nanti akan diajak pergi
oleh Nabi.
Beliau bersikap demikian demi menjaga
perasaan dan tercapainya persetujuan oleh semuanya.
Halal & Haram Dalam Islam
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Kunjungi juga:
Komentar
Posting Komentar