Termasuk yang urgen dalam permasalahan
kita ini, ialah tentang memelihara jenggot. Untuk ini Ibnu Umar telah
meriwayatkan dari Nabi s.a.w. yang mengatakan sebagai berikut:
"Berbedalah kamu dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis." (Riwayat Bukhari)
Perkataan i'fa (pelihara) dalam riwayat
lain diartikan tarkuha wa ibqaauha (tinggalkanlah dan
tetapkanlah).
Hadis ini menerangkan alasan
diperintahkannya untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis, yaitu supaya
berbeda dengan orang-orang musyrik. Sedang yang dimaksud orang-orang musyrik di
sini ialah orang-orang Majusi penyembah api, dimana mereka itu biasa menggunting
jenggotnya, bahkan ada yang mencukurnya.
Perintah Rasulullah ini mengandung
pendidikan untuk umat Islam supaya mereka mempunyai kepribadian tersendiri serta
berbeda dengan orang kafir lahir dan batin, yang tersembunyi maupun yang tampak.
Lebih-lebih dalam hal mencukur jenggot ini ada unsur-unsur menentang fitrah dan
menyerupai orang perempuan. Sebab jenggot adalah lambang kesempurnaan laki-laki
dan tanda-tanda yang membedakan dengan jenis lain.
Namun demikian, bukan berarti samasekali
tidak boleh memotong jenggot dimana kadang-kadang jenggot itu kalau dibiarkan
bisa panjang yang menjijikkan yang dapat mengganggu pemiliknya. Untuk itulah
maka jenggot yang demikian boleh diambil/digunting kebawah maupun kesamping,
sebagaimana tersebut dalam hadis rlwayat Tarmizi. Hal ini pernah juga dikerjakan
oleh sementara ulama salaf, seperti kata Iyadh: "Mencukur, menggunting dan
mencabut jenggot dimakruhkan. Tetapi kalau diambil dari panjangnya atau ke
sampingnya apabila ternyata jenggot itu besar (tebal), maka itu satu hal yang
baik."
Dan Abu Syamah juga berkata: "Terdapat
suatu kaum yang biasa mencukur jenggotnya. Berita yang terkenal, bahwa yang
berbuat demikian itu ialah orang-orang Majusi, bahwa mereka itu biasa mencukur
jenggotnya."
Kami berpendapat: Bahwa kebanyakan
orang-orang Islam yang mencukur jenggotnya itu lantaran mereka meniru
musuh-musuh mereka dan kaum penjajah negeri mereka dan orang-orang Yahudi dan
Kristen. Sebagaimana kelazimannya, bahwa orang-orang yang kalah senantiasa
meniru orang yang menang. Mereka melakukan hal itu jelas telah lupa kepada
perintah Rasulullah yang menyuruh supaya mereka berbeda dengan orang-orang
kafir. Di samping itu mereka telah lupa pula terhadap larangan Nabi tentang
menyerupai orang kafir, seperti yang tersebut dalam hadisnya yang
mengatakan:
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk golongan mereka." (Riwayat Abu Dawud)
Kebanyakan ahli-ahli fiqih yang
berpendapat tentang haramnya mencukur jenggot itu berdalil perintah Rasul di
atas. Sedang tiap-tiap perintah asalnya menunjukkan pada wajib, lebih-lebih
Rasulullah sendiri telah memberikan alasan perintahnya itu supaya kita berbeda
dengan orang-orang kafir. Dan berbeda dengan orang kafir itu sendiri hukumnya
wajib pula.
Tidak seorang pun ulama salaf yang
meninggalkan kewajiban ini. Tetapi sementara ulama-ulama sekarang ada yang
membolehkan mencukur jenggot karena terpengaruh oleh keadaan dan memang karena
bencana yang telah meluas. Mereka ini berpendapat, bahwa memelihara jenggot itu
termasuk perbuatan Rasulullah yang bersifat duniawiah, bukan termasuk persoalan
syara' yang harus ditaati. Tetapi yang benar, bahwa memelihara jenggot itu bukan
sekedar fi'liyah Nabi, bahkan ditegaskan pula dengan perintah dan disertai
alasan supaya berbeda dengan orang kafir,
Ibnu Taimiyah menegaskan, bahwa berbeda
dengan orang kafir adalah suatu hal yang oleh syara' ditekankan. Dan menyerupai
orang kafir dalam lahiriahnya dapat menimbulkan perasaan kasih dalam hatinya,
sebagaimana perasaan kasih dalam batin dapat menimbulkan perasaan dalam lahir.
Ini sudah dibuktikan sendiri oleh suatu kenyataan dan diperoleh berdasarkan
suatu percobaan.
Selanjutnya ia berkata: Al-Quran, Hadis
dan Ijma' sudah menegaskan terhadap perintah supaya berbeda dengan orang kafir
dan dilarang menyerupai mereka secara keseluruhannya. Apa saja yang kiranya
menimbulkan kerusakan walaupun agak tersembunyi, maka sudah dapat dikaitkan
dengan suatu hukum dan dapat dinyatakan haram. Maka dalam hal menyerupai orang
kafir pada lahiriahnya sudah merupakan sebab untuk menyerupai akhlak dan
perbuatannya yang tercela, bahkan akan bisa berpengaruh pada kepercayaan.
Pengaruhnya ini memang tidak dapat dikonkritkan, dan kejelekan yang ditimbulkan
akibat dari sikap menyerupai itu sendiri kadang-kadang tidak begitu jelas,
bahkan kadang-kadang sukar dibuktikan. Tetapi setiap hal yang menjadi sebab
timbulnya suatu kerusakan, syara' menganggapnya suatu hal yang
haram.
Dari keterangan-keterangan di atas dapat
kita simpulkan, bahwa masalah mencukur jenggot ini ada tiga
pendapat:
-
Pendapat pertama: Hukumnya haram. Yang berpendapat demikian, ialah Ibnu Taimiyah dan lain-lain.
-
Pendapat kedua: Makruh. Yang berpendapat demikian ialah Iyadh, sebagaimana tersebut dalam Fathul Bari. Sedang ulama lain tidak ada yang berpendapat demikian.
-
Pendapat ketiga: Mubah. Yang berpendapat demikian sementara ulama sekarang.
Tetapi barangkali yang agak moderat dan
bersikap tengah-tengah yaitu pendapat yang menyatakan makruh. Sebab tiap-tiap
perintah tidak selamanya menunjukkan pada wajib, sekalipun dalam hal ini Nabi
telah memberikan alasannya supaya berbeda dengan orang kafir. Perbandingan yang
lebih mendekati kepada persoalan ini ialah tentang perintah menyemir rambut
supaya berbeda dengan orang Yahudi dan Kristen. Tetapi sebagian sahabat ada yang
tidak mengerjakannya. Oleh karena itu perintah tersebut sekedar menunjukkan
sunnat.
Betul tidak ada seorang pun ulama salaf
yang mencukur jenggot, tetapi barangkali saja karena mereka tidak begitu
memerlukan, karena memelihara jenggot waktu itu sudah menjadi kebiasaan
mereka.
Halal & Haram Dalam Islam
Oleh: Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Kunjungi juga:
Komentar
Posting Komentar